Minggu, 30 Juni 2013

Doa Rindu Sang Perantau

Ketika aku mencabut sehelai rambut putihku karena sering berganti shampoo, aku teringat beliau. Bunda. Aku sangat merindukannya. Dahulu ketika aku masih tinggal di rumah, aku sering mencabuti rambut putih milik bunda. Dahulu ketika aku tak sesibuk sekarang, aku selalu bisa memberikan waktu yang lebih untuk kedua orang tuaku.

Aku merindukan masa-masa itu. Aku sangat merindukan Ayah dan Bunda. Tiap kali aku teringat mereka, aku ingin sekali menangis. Baru saja mereka telefon kepadaku untuk yang pertama kalinya setelah hampir satu bulan tidak ada kabar. Aku sangat merindukan mereka. Aku ingin segera pulang.

Aku juga sangat merindukan kakakku. Tumben sekali dia malam ini sangat perhatian padaku. Ini kali pertama aku diberi nasihat oleh kakakku setelah 2 tahun selama aku di sini. Se kota dengnnya. Nasihatnya membuatku meneteskan air mata. Aku merindukan mereka. Sangat merindukan mereka. Ayah dengan kebijaksanaannya, Bunda dengan sikap memanjakannya, dan Kakak dengan sikap cueknya namun perhatian. Aku sangat merindukan berkumpul kembali dengan mereka. 

Ketika Ayah telefon tadi, ayah berbicara sesuatu padaku. 

"Nduk, kapan kowe lulus? Mbok gek ndang lulus, trus nikah. Kalian berdua itu langsung dibarengkan saja nikahnya. Nikahnya dalam satu pesta. Ayah pengen segera punya menantu dan cucu. Seperti teman-teman bapak lainnya. Banyak yang sudah punya menantu dan cucu." kata beliau.

Aku tertawa mendengar kata-kata Ayah. Hahaha.. 

Ayah.. putrimu ini masih kecil. Masih bau kencur. Belum bisa apa-apa. InsyaAllah dengan izin Allah, 2 atau 3 tahun lagi putrimu ini akan menikah dan memberikan cucu untuk Ayah tercinta. Putrimu ini ingin memberikan kebahagiaan terlebih dahulu kepada Ayah dan Bunda. Putrimu ini kurang dari dua tahun akan sarjana lalu berkerja di luar Jawa selama satu tahun, kemudian baru deh bekerja di Jawa dan menikah. Putrimu ingin sekali menunjukkan prestasinya terlebih dahulu. Prestasi terbaik untuk Ayah dan bunda.

Aku menangis. 

Ayah, Bunda.. doaka putrimu ini ya... Agar kuliahnya lancar, mendapatkan prestasi yang sangat memuaskan, mendapatkan jodoh yang terbaik dan dapat membahagiakan Ayah dan Bunda, menyayangi Ayah dan Bunda, menghormati Ayah dan Bunda... Pokoknya yang terbaik deh...
Ayah, Bunda... putrimu ini sedang jatuh cinta... kepada laki-laki dari Pulau sebrang. Pulau yang jauh dan menyebrangi laut. Kepulauan Mentawai. Laki-laki itu pernah datang ke rumah kita. Doakan yang terbaik, Ayah.. Bunda... Semoga kami berjodoh..aammiinn... 

Aku semakin menangis. Isak tangis rindu dengan mereka. Isak tangis rindu sang pernatau.

Sabtu, 29 Juni 2013

Training of Trainer

"Wahhh.... tempatnya indah sekali" kataku setelah turun dari bus. Disusul oleh teman-teman lainnya dari belakang. 

Aku masih membawa kotak makan yang tadi aku makan dalam bus ketika perjalanan menuju tempat itu. Tas ransel masih aku gendong di belakang. jaket almamater kampusku masih aku gantungkan di lengan kiriku. Aku melangkah menuju tempat resepsionis. Bersama teman-teman, kami melihat pembagian kamar. Kami check in kamar untuk menginap di tempat tersebut selama tiga hari.

Sambi Resort dan Spa adalah tempat yang kami jadikan tempat penginapan dalam kegiatan kali ini. Kegiatan training of trainer yang diselenggarakan oleh Universitasku diperuntukkan bagi perwakilan dari tiap ormawa di fakultas. Setiap fakultas mengirimkan delegasi sebanyak 12 mahasiswa. Sedangkan di Universitasku memiliki jumlah fakultas sebanyak tujuh fakultas. Sehingga mahasiswa yang seharusnya mengikuti kegiatan tersebut adalah sebanyak 84 mahasiswa. Pada kegiatan ini kami dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok kreativitas dan kelompok kepemimpinan. Aku mengikuti kelompok kreativitas. Aku memilih itu karena memang aku ingin menjadi lebih kreatif. Aku ingin menjadi trainer muda yang kreatif dan inovatif.

Peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan kali ini. Aku yang menjadi salah satu perwakilan dari BEM di fakultasku, menjadi lebih bisa mengenal teman-teman lain yang berasal dari fakultas dan ormawa lainnya. Jaringan pun semakin bertambah. Ada yang berasal dari angkatan 2010 hingga yang paling muda pun yaitu dari angkatan tahun 2012. Penyelenggara pun berasal dari jajaran rektorat. Manfaat dari kegiatan ini adalah untuk membentuk generasi muda yang memiliki jiwa pemimpin yang handal dan dapat mengamalkan ilmunya untuk orang lain. Sama halnya dengan bagian kreativitas. Gunanya adalah untuk membentuk generasi yang mampu menjadi pelatih dalam mengembangkan kreativitas mahasiswa lainnya.

Ketika makan malam hari pertama, aku berkenalan dengan seorang laki-laki dari fakultas ilmu ekonomi. Dia bernama Taufan. Dia memiliki wibawa yang sangat bagus dan enak dipandang. Aku pun juga berkenalan dengan teman lainnya. Namun yang paling berkesan adalah berkenalan dengan Taufan. Dia tampan. Dia berasal dari Manado. Sudah kuduga memang, karena wajahnya bukan seperti orang Jawa. Wajahnya bersih putih dan mirip orang Bandung. Saat pertama kali aku melihatnya, aku terpesona dengan pembawaannya yang seperti pemimpin. Aku suka melihatnya. 

Beberapa meit setelahnya, kami mendapatkan materi pembuka. Sebelumnya, kami dibagikan tas map berisi kertas dan pena. Untuk kelompok kreativitas tas mapnya berwarna hijau, sedangkan untuk yang leadership berwarna kuning. Aku melihat tas map yang dibawa oleh Taufan. Warna kuning. Yaaaaaaahhh....... aku kecewa. Mengapa dia tidak memilih untuk mengikuti yang bagian kreativitas. Jika dia memilih itu kan kita bisa bersama. hhee.... ngaco... Ada desir kagum padanya. Setidaknya dia memang cocok untuk mengambil bagian kepemimpinan. Semoga dia menjadi pemimpin yang benar-benar pemimpin ideal dan sejati.

Hari kedua diisi dengan olahraga pagi dan materi hingga pukul sepuluh malam. Ada kesan yang sangat asyik ketika materi malam itu. Kami membuat sebuah inovasi permainan dari selembar kertas. Ada bermacam-macam ide yang dikeluarkan oleh teman-teman termasuk aku. Lalu dari pemateri pun memberikan sebuah permainan kelompok. Satu kelompok terdiri dari lima anak. Pemateri menyediakan satu lembar kertas yang ditekan hingga berbentuk bulatan. Aturan mainnya adalah bagaimana cara memindahkan bola tersebut kepada teman lainnya namun tidak boleh dilemparkan pada teman sebelahnya. Gulungan kertas tadi harus melayang di udara. Sekali putaran yaitu 8 siklus yang harus dilalui. Dalam waktu 10 menit. Lalu kami membentuk kelompok. Masing-masing mencoba. Ada yang gagal. Ada yang menang, Kelompokku semangat sekali. Teman-teman lainnya juga. Ada gelak tawa riang di ruangan kami. Sungguh sangat mengesankan. Kami menjadi lebih bisa kreatif. Terima kasih Universitas.....

Jumat, 28 Juni 2013

Percikan Cinta

Saat kita bertemu
Hujan jatuh tanpa izin
Ia turun menghiasi kilauan aura kita
Kilauan aura cinta kasih kita
Yang bahkan belum kita tahu
Seperti apa kilau aura kasih itu

Hujan kali ini membawaku ke dalam sebuah keadaan 
yang mengharuskanku untuk melakukannya.

Tiga detik saja
aku mulai menyukainya.
Senyumnya, 
wajahnya yang indah, 
keluguannya, 
sopan santunnya, 
aku menyukainya 
Tiga detik saja

Bahkan aku tak bisa memalingkan mataku dari indah parasnya.
Aku mulai melukisnya dalam sebuah kanvas.
Dengan coretan indah dari jariku, 
wajah itu ada dalam kanvas putih ini.
Sungguh cantik, indah sekali....
Perempuan yang membuatku jatuh cinta 
untuk yang pertama dan terakhir bagiku.

Dan apapun yang terjadi 
aku akan tetap menyukainya, mencintainya.
Dalam suka dan duka.
Aku akan tetap di dekatnya.
Meski dia tidak bisa melihat, aku akan menjadi matanya.
Meski dia tidak bisa mendengar, aku akan menjadi telinganya.
Dan bila dia tidak sempurna, maka aku akan menjadi penyempurnanya.
I Love You

Kamis, 27 Juni 2013

Cahaya Terakhir (ep.4 end)


“Mirza…. Ayo makan dulu.”kata Taufan pada Mirza yang sedang duduk di bangku taman rumah Taufan sambil menikmati udara segar pagi hari.

“Eh… nanti saja, Fan. Belum merasa lapar.”jawab Mirza.

“Ayoo makan dahulu. Ini sudah aku siapkan untukmu, Za. Apa mau aku suapin? Aku ambilkan dahulu ya.”ujar Taufan dari belakang Mirza sambil berdiri. Kemudian ia berjalan menuju dapur dan mengambilkan makanan untuk Mirza.

“Ini, Za.... makanlah selagi masih hangat. Ini ada susu segar juga.”kata Taufan sambil duduk di samping Mirza.

“Terima kasih, Fan.”jawab Mirza.

“Ini aku suapin. Buka mulutnya donk!”pinta Taufan. Mirza membuka mulutnya dan memakan suapan dari Taufan.

“Fan… Dita itu anak siapa? Mengapa dia memanggilku ibu?”tanyanya tiba-tiba.

“eh…Dita itu anakmu, Mirza. Anakmu dengan Septian.”jawab Taufan.

“Anakku? Anakku dengan Septian?”Mirza kaget.

“Iya.”jelas Taufan.

“Lalu di mana Septian sekarang?”tanya Mirza kembali.

“Sudahlah…Jangan membahas hal itu dahulu di pagi-pagi buta seperti ini. Lebih baik makan lagi. Ayoo buka mulutnya, za… aaaa…”Taufan menyuapi Mirza kembali. Mirza memakan suapan dari Taufan.

“Wah..selera makanmu semakin hari semakin bagus ya…. Nafsu makanmu juga bertambah. Syukurlah. Semenjak kamu keluar dari rumah sakit sebulan yang lalu, setidaknya sekarang kamu semakin gendut saja. Aku suka itu. Hehe…”ucap Taufan mencoba menghibur Mirza yang sedang mengunyah sambil melamun.

“Haha… kamu bisa saja, Fan. Terima kasih ya atas semua yang telah kau lakukan dan korbankan padaku. Kamu memang sahabat yang paling baik.”kata Mirza menatap Taufan.

“Fan…”panggil Mirza.

“Iya, Za…Apa?”Jawab Taufan.

“Di mana anakku sekarang?”tanyanya.

“Dita? Dia sedang di rumah orang tuaku. Biarkan Dita di sana dulu, Za. Mama dan Papaku sudah menganggapnya cucu sendiri. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Selama kamu masih sakit dan dalam masa perawatan, Dita akan berada di sana untuk sementara waktu saja kok.”jelas Taufan.

“ohh… apa tidak apa-apa?”tanyanya kembali.

“Iya… santai saja denganku, sayang…Apa sih yang ndak buat Mirza tersayang. Hehe…”jawab Taufan masih mencoba menghibur Mirza.

“Terima kasih ya Fan…”Mirza tersenyum. Taufan pun menyunggingkan bibirnya lebar sekali. Saat itu Taufan dan Mirza duduk berdampingan dan menatap sinar matahari yang sedang menampakkan cahayanya.

***

Hari itu hari Senin. Taufan berangkat ke tempat kerjanya. Sedangkan Mirza bertahan dalam rumah Taufan sendirian. Pembantu Taufan tidak sedang di rumah. Ia sedang izin untuk pulang kampong sejenak karena ada acara keluarga. Setelah Taufan berangkat ke kantor, Mirza bersiap-siap untuk membersihkan rumah. Ruang tamu, dapur, ruang keluarga, taman, kamar tidurnya sudah dibersihkan. Sekarang saatnya membersihkan kamar milik Taufan. Mirza masuk dalam kamar dan mulai untuk membersihkan ruangan itu. Ia merapikan tempat tidur lalu meja. Ketika membuka laci meja dekat tempat tidur, Mirza melihat sepucuk surat. Amplop tersebut berwarna putih dan ditujukan pada Taufan. Pengirimnya adalah Septian. Mirza penasaran. Lalu ia membuka amplop tersebut. Mirza membacanya.

Untuk sahabatku Taufan,

Fan… Bagaimana keadaanmu sekarang? Baik-baik saja kan? Ehmm.. langsung ke point nya saja ya…
Fan, kita bertiga kan sahabatan sejak SD. Aku, kamu, dan Mirza. Namun ditengah jalan, ketika kita menginjak bangku SMA, aku mulai menyukai Mirza. Lalu aku menembak Mirza. Dia menerimanya. Hingga akhirnya kita akan melangsungkan pertunangan.
Namun.. Mirza tidak menyukaiku. Ia tidak menginginkanku menjadi tunangannya. Aku marah sekali dengan apa yang ia katakana. Lalu tiba-tiba Mirza mengalami kecelakaan. Dia lupa denganku. Dia hilang ingatan. Aku meninggalkannya. Pikirku, inilah kesempatanku untuk memberikan keleluasaan baginya untuk mencintai dan memiliki orang yang ia sayangi dan cintai.
Fan, aku tak tahu bahwa Mirza ternyata mengandung anak dariku. Sedang aku sudah menikah dengan perempuan lain. Tidak mungkin bila anak Mirza aku ambil dan aku rawat dengan istriku sekarang. Istriku pasti tidak menerimanya.
Fan,, tolong jaga Mirza dan anakku ya… Kamulah satu-satunya sahabat yang mampu aku andalkan dalam hal ini. Karena aku tahu bahwa kamu juga sangat mencintai dan menyayangi Mirza sejak dahulu.
Fan, maafkan aku…. Sekali lagi aku minta maaf. Salam untuk Mirza dan anakku.
Terima kasih…

Dari Septian, sahabatku sejak kecil

Mirza gemetar memegang kertas itu. Ada rasa amarah di hatinya. Matanya memerah. Tiba-tiba kepalanya pusing. Sakit. Mirza teriak dan tiba-tiba semua gelap.
 
 –end-

Rabu, 26 Juni 2013

Cahaya Terakhir (ep.3)


“buuu….”panggil dita ketika ibunya menjemput.

“Iya sayang….”jawab ibunya.

“Dita sangat senang sekali bisa main sama teman-teman. Besok ke sini lagi yaaa.”pintanya.

“Iya.. asalkan Dita baik dengan teman-teman dan mandiri, besok ibu antarkan ke sini lagi.”jelas ibunya.

“Horee…….!!”

“Bu, Paman Taufan mana? Kok tidak menjemput Dita sih?” tanyanya penasaran.

“Paman sedang sibuk, sayang. Dia sedang ke luar kota. Dita kangen sama paman Taufan ya?”tanya ibunya.

“Iya, bu. Paman Taufan itu baik sekali. Paman selalu menemani Dita sejak kecil. Dita sayang sama paman.”jelasnya.

“Syukurlah Dita sayang sama paman Taufan. Paman Taufan memang paman Dita yang paling baik. Ayo kita sekarang pulang ya…”ajak ibu Dita.

“Iya, bu.”jawabnya.

Dita dan ibunya pulang dengan menggunakan motor. Dita duduk di belakang ibunya. Perjalanan pulang ditempuh selama 40 menit karena waktu itu jalanan sangat ramai. Padat dengan orang-orang kantoran yang baru pulang. Ibu Dita sangat berhati-hati ketika mengendarai motor. Ada rasa was was ketika mengendarai. Ibu Dita tidak tahu mengapa selalu merasakan was was.

“Bu, Ayah Dita di mana? Kok Ayah tidak pernah  menemui Dita?”tanya Dita tiba-tiba ketika sedang berhenti di lampu merah. Ibu Dita terkejut. Ia terdiam.

“Bu… mengapa tidak menjawab?”tanya Dita kembali. Ibunya masih terdiam. Lampu merah berganti dengan hijau. Ibunya memutar gas.

“Bu… ibu…., Ayah di mana? Dita kangen, bu.” Dita masih penasaran. Dita kemudian mengoyak pinggang Ibunya. Ibunya kehilangan konsentrasi. Dan….

Gubrak…..grusukk….ces….prang…. Motornya menabrak gerobak bakso yang sedang menyebrang jalan. Dita terpental hingga pinggir jalan raya. Ibunya terjepit dan tertindih motor. Gerobaknya ambruk. Pedagangnya tidak terkena apa-apa. Hanya berdiri terdiam dan kaget melihat gerobaknya ambruk. Dita dan Ibunya tak sadarkan diri.

***

“Mirza…kau sudah sadar?”tanya Taufan.

Mirza masih keriyipan. Ia mencoba menggerakkan jari-jari tanggannya.

“Mirza… ini aku, Taufan.”kata Taufan kembali sambil memegang jari tangan Mirza.

“Eh…. Aku di mana sekarang?”tanya Mirza lirih.

“Kamu di rumah sakit, Za. Kamu tidak sadarkan diri selama satu minggu.”jawab Taufan.

“Eh… benarkah? Kenapa denganku?”tanyanya kembali.

“Kamu kecelakaan. Sudahlah… sebaiknya kamu istirahat saja. Kamu baru saja sadarkan diri. Saya panggilkan dokter sebentar ya.”jelas Taufan.

“Ibu….”

Tiba-tiba ada suara anak kecil memanggil Mirza dari balik tirai pemisah tempat tidur untuk pasien. Mirza kaget. Ia menoleh di sebelah kiri.

“Ibu….”

Suara itu terdengar kembali. Mirza semakin penasaran. Ia kemudian mencoba untuk membuka tirai pemisah itu. Dengan tangan kirinya yang masih disemat jarum rumah sakit, Mirza berusaha untuk menggeser tirai.

“Bu…. Ini Dita.”kata gadis kecil tadi.

“Dita….? Dita siapa?”tanya Mirza.

“Ini Dita, bu…Dita….”kata gadis itu sambil menangis sesenggukan dan berbaring di kasur sebelah.

Taufan datang bersama dengan dokter dan perawat rumah sakit. Mirza menengok ke sebelah datangnya Taufan. Dita pun melihat datangnya Taufan dan dokter beserta perawat.

“Paman Taufan!!”panggil Dita dengan suara isak lirih.

“Dita…Kamu sudah bangun?”tanya Taufan.

“Ibu kenapa tidak mengenal Dita? Ada apa, paman?”tanya Dita.

“Ehm… Ibu sedang sakit, sayang… Dita istirahat saja ya… Biar paman yang merawat Ibu Dita.”jelasnya.

“Paman,,, tolong rawat Ibu…. Om Dokter, tolong sembuhkan Ibu, om…”pinta Dita pada Taufan dan dokter.

“Iya, Dita sayang. Om Dokter akan menyembuhkan Ibu Dita. Sekarang Dita istirahat ya..”ucap Dokter. Kemudian dokter tersebut menyuruh perawat untuk menidurkan Dita.

-to be continued-

Selasa, 25 Juni 2013

Cahaya Terakhir (ep.2)

"Iya, Fan. Aku menyukaimu." kata Mirza tiba-tiba.

"Hhah...?? Apa???? Kamu tidak becanda kan, Za.???" Taufan terkejut sambil melihat wajah Mirza yang serius masih menatap bias lampu mobil.

"AWAS, Fan!!! Lihat depan....!!! Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..........." teriak Mirza. Taufan membanting stir ke arah pohon besar dekat selokan.Cahaya mobil semakin terang. Bagasi depan terbuka keluar asap. Gelap.

***

"Paman Taufan!" sapa Dita.

"Iya, sayang. Ada apa? Ibu kamu di mana?"tanya Taufan pada anak kecil itu.

"Ibu di dapur, paman. Tadi ibu nyari paman. ayo paman ke sana.."ajak Dita. Taufan menghampiri Dita dan mengajaknya untuk pergi ke dapur menemui ibu Dita.

"Paman, Dita main ke tempat teman saja dulu ya..."pinta Dita. Dita langsung berlari pergi melepaskan gandengan tangan Taufan menuju ke depan halaman rumahnya dan menemui teman-temannya. Taufan melanjutkan langkahnya untuk pergi ke dapur.

"Lagi masak apa?"tanya Taufan pada perempuan muda cantik yang sedang menggoreng lauk.

"Masak sup jagung kesukaan Dita, mas. Ini juga lagi nggoreng tempe buat lauk." jawab perempuan itu. Taufan menghampiri perempuan itu dan mengambil sebuah tempe goreng matang yang sedang ditiriskan.

"ihhh....sukanya asal comot aja nih. Kebiasaan kamu dari dulu memang tidak berubah ya, mas!!"komentar perempuan itu.

"Biarin. Eh iya, dek. Apa yang ingin kamu katakan padaku?"tanya Taufan.

"eh... iya, mas... mengenai Dita. Begini, Dita kan sekarang sudah mulai memasuki bangku belajar. Adek juga tidak ingin Dita mendapatkan teman bermain yang kurang tepat. Bagaimana kalau Dita dimasukkan ke Playgroup saja? Adek juga ingin kerja, mas. Adek juga tak ingin merepotkan mas Taufan terus menerus. di playgroup kan Dita bisa bermain sepuasnya. Selain banyak teman, di sana juga ada pengasuh yang selalu memantau gerak Dita. Bagaimana menurut mas? Adek berharap sih mas Taufan menyetujui usulan adek."jelas perempuan tadi.

"ehmm... begitu ya keinginan adek. Sebenarnya mas Taufan tidak keberatan jika mas menanggung kehidupan kalian berdua. Mas kan juga kakak kamu dan pamannya Dita. Kalau menurut mas sih Dita boleh-boleh saja dimasukkan ke playgroup. Tapi jangan seharian ditaruh di sana. Kasihan dia. Dita masih terlalu kecil untuk ditinggalkan ibunya lama-lama."jawab Taufan.

"Iya, mas. Berarti boleh kan? Baiklah, besok temani adek untuk pergi ke playgroup Dita ya, mas."pinta perempuan itu.

Keesokan harinya, Dita, ibunya dan Taufan pergi ke playgroup Dita. Tempatnya sekitar 15 menit dari rumah Dita. Dita sangat senang sekali berada di tempat tersebut. Dengan usianya yang baru 3 tahun, dia sudah mau untuk hidup mandiri dan jauh dari orang tua sejenak di playgroup. Hari itu juga Dita mulai untuk belajar dan bermain di sana. Taufan dan ibu Dita pergi meninggalkan Dita. Ibu Dita pergi ke tempat kerjanya yaitu sebuah Resort dan Spa di daerah Kaliurang, sedangkan Taufan pergi ke tempat kerjanya yaitu di tempat yang sama dengan tempat kerja ibu Dita.
Ya.. mereka berada dalam satu tempat kerja. Namun bagian yang mereka dapatkan tentunya berbeda. Taufan adalah pemilik Resort itu dan ibu DIta adalah reseptionis di resort milik Taufan.

Ini adalah hari pertama ibu Dita bekerja. Atas permintaan ibu Dita, Taufan akhirnya memberikan pekerjaan tersebut. Sebenarnya Taufan sangat berat hati bila reseptionis menjadi pekerjaan ibu Dita. Seharusnya bukan bagian itu yang harus diberikan kepadanya. Namun pangkat lain yang lebih tinggi dari reseptionis. Taufan tak bisa berkutik. Ibu Dita sendiri yang menginginkan pekerjaan tersebut.

-to be continued-