Kamis, 27 Juni 2013

Cahaya Terakhir (ep.4 end)


“Mirza…. Ayo makan dulu.”kata Taufan pada Mirza yang sedang duduk di bangku taman rumah Taufan sambil menikmati udara segar pagi hari.

“Eh… nanti saja, Fan. Belum merasa lapar.”jawab Mirza.

“Ayoo makan dahulu. Ini sudah aku siapkan untukmu, Za. Apa mau aku suapin? Aku ambilkan dahulu ya.”ujar Taufan dari belakang Mirza sambil berdiri. Kemudian ia berjalan menuju dapur dan mengambilkan makanan untuk Mirza.

“Ini, Za.... makanlah selagi masih hangat. Ini ada susu segar juga.”kata Taufan sambil duduk di samping Mirza.

“Terima kasih, Fan.”jawab Mirza.

“Ini aku suapin. Buka mulutnya donk!”pinta Taufan. Mirza membuka mulutnya dan memakan suapan dari Taufan.

“Fan… Dita itu anak siapa? Mengapa dia memanggilku ibu?”tanyanya tiba-tiba.

“eh…Dita itu anakmu, Mirza. Anakmu dengan Septian.”jawab Taufan.

“Anakku? Anakku dengan Septian?”Mirza kaget.

“Iya.”jelas Taufan.

“Lalu di mana Septian sekarang?”tanya Mirza kembali.

“Sudahlah…Jangan membahas hal itu dahulu di pagi-pagi buta seperti ini. Lebih baik makan lagi. Ayoo buka mulutnya, za… aaaa…”Taufan menyuapi Mirza kembali. Mirza memakan suapan dari Taufan.

“Wah..selera makanmu semakin hari semakin bagus ya…. Nafsu makanmu juga bertambah. Syukurlah. Semenjak kamu keluar dari rumah sakit sebulan yang lalu, setidaknya sekarang kamu semakin gendut saja. Aku suka itu. Hehe…”ucap Taufan mencoba menghibur Mirza yang sedang mengunyah sambil melamun.

“Haha… kamu bisa saja, Fan. Terima kasih ya atas semua yang telah kau lakukan dan korbankan padaku. Kamu memang sahabat yang paling baik.”kata Mirza menatap Taufan.

“Fan…”panggil Mirza.

“Iya, Za…Apa?”Jawab Taufan.

“Di mana anakku sekarang?”tanyanya.

“Dita? Dia sedang di rumah orang tuaku. Biarkan Dita di sana dulu, Za. Mama dan Papaku sudah menganggapnya cucu sendiri. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Selama kamu masih sakit dan dalam masa perawatan, Dita akan berada di sana untuk sementara waktu saja kok.”jelas Taufan.

“ohh… apa tidak apa-apa?”tanyanya kembali.

“Iya… santai saja denganku, sayang…Apa sih yang ndak buat Mirza tersayang. Hehe…”jawab Taufan masih mencoba menghibur Mirza.

“Terima kasih ya Fan…”Mirza tersenyum. Taufan pun menyunggingkan bibirnya lebar sekali. Saat itu Taufan dan Mirza duduk berdampingan dan menatap sinar matahari yang sedang menampakkan cahayanya.

***

Hari itu hari Senin. Taufan berangkat ke tempat kerjanya. Sedangkan Mirza bertahan dalam rumah Taufan sendirian. Pembantu Taufan tidak sedang di rumah. Ia sedang izin untuk pulang kampong sejenak karena ada acara keluarga. Setelah Taufan berangkat ke kantor, Mirza bersiap-siap untuk membersihkan rumah. Ruang tamu, dapur, ruang keluarga, taman, kamar tidurnya sudah dibersihkan. Sekarang saatnya membersihkan kamar milik Taufan. Mirza masuk dalam kamar dan mulai untuk membersihkan ruangan itu. Ia merapikan tempat tidur lalu meja. Ketika membuka laci meja dekat tempat tidur, Mirza melihat sepucuk surat. Amplop tersebut berwarna putih dan ditujukan pada Taufan. Pengirimnya adalah Septian. Mirza penasaran. Lalu ia membuka amplop tersebut. Mirza membacanya.

Untuk sahabatku Taufan,

Fan… Bagaimana keadaanmu sekarang? Baik-baik saja kan? Ehmm.. langsung ke point nya saja ya…
Fan, kita bertiga kan sahabatan sejak SD. Aku, kamu, dan Mirza. Namun ditengah jalan, ketika kita menginjak bangku SMA, aku mulai menyukai Mirza. Lalu aku menembak Mirza. Dia menerimanya. Hingga akhirnya kita akan melangsungkan pertunangan.
Namun.. Mirza tidak menyukaiku. Ia tidak menginginkanku menjadi tunangannya. Aku marah sekali dengan apa yang ia katakana. Lalu tiba-tiba Mirza mengalami kecelakaan. Dia lupa denganku. Dia hilang ingatan. Aku meninggalkannya. Pikirku, inilah kesempatanku untuk memberikan keleluasaan baginya untuk mencintai dan memiliki orang yang ia sayangi dan cintai.
Fan, aku tak tahu bahwa Mirza ternyata mengandung anak dariku. Sedang aku sudah menikah dengan perempuan lain. Tidak mungkin bila anak Mirza aku ambil dan aku rawat dengan istriku sekarang. Istriku pasti tidak menerimanya.
Fan,, tolong jaga Mirza dan anakku ya… Kamulah satu-satunya sahabat yang mampu aku andalkan dalam hal ini. Karena aku tahu bahwa kamu juga sangat mencintai dan menyayangi Mirza sejak dahulu.
Fan, maafkan aku…. Sekali lagi aku minta maaf. Salam untuk Mirza dan anakku.
Terima kasih…

Dari Septian, sahabatku sejak kecil

Mirza gemetar memegang kertas itu. Ada rasa amarah di hatinya. Matanya memerah. Tiba-tiba kepalanya pusing. Sakit. Mirza teriak dan tiba-tiba semua gelap.
 
 –end-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar